Wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan belakangan ramai dibicarakan gara-gara diduga 'dicaplok' oleh Malaysia dari RI. Komisi I DPR menemukan fakta Malaysia mencaplok wilayah RI di Kalimantan Barat.
"Di Camar Wulan kita hilang 1.400 Ha tanah dan di Tanjung Datu kita hilang 80.000 meter persegi pantai," kata Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanudin.
Namun, lanjut Hasanudin, pemerintah pusat diam saja atas sikap Malaysia itu yang dinilai keterlaluan. "Kita 'mengalah' begitu saja terhadap Malaysia," katanya menyayangkan.
Peristiwa tersebut, telah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu. Langkah Malaysia itu adalah hal serius yang harus segera disikapi. "Karena akibatnya kita kehilangan garis pantai dan ribuan hektare wilayah laut," tutur TB Hasanuddin.(sumber)
Wilayah Yang Diduga Dicaplok Kaya Timah dan Migas
Pemerintah terus berkelit terhadap ancaman pencaplokan wilayah NKRI oleh Malaysia di Dusun Camar Wulan (Camar Bulan), Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Sikap pemerintah ini kian membuat DPR gemas. Sebab, menurut anggota dewan kawasan ini kaya akan sumber daya alam (SDA) minyak, timah, dan gas bumi.
Paparan terhadap kekayaan alam yang terkadung di kawasan Camar Wulan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I T.B. Hasanuddin. Dia menuturkan, Indonesia tidak boleh lengah terhadap ancaman Malaysia yang berusaha menyerobot wilayah NKRI. Kekayaan alam ini juga terdapat di Tanjung Datu, tidak jauh dari Camar Wulan.
Anggota dewan dari PDIP itu menuturkan, sumber daya alam itu bisa hilang direbut Malaysia jika Indonesia kalah dalam meja perundingan. Merujuk pada pengalaman diplomatik dengan Malaysia, merah putih sering kalah. Kasus yang masih belum hilang diantaranya adalah, direbutnya pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia pada 2002 silam.
Mumpung masih belum jauh, Hasanuddin berharap pemerintah harus bergerak cepat. Selain mengandalkan upaya diplomasi di meja perundungan, dia mendesak pemerintah untuk mendatangi langsung wilayah berpenduduk 1.883 jiwa itu. Jika memang ada beberapa patok perbatasan yang rusak dan tergerus ombak, harus segera diperbaiki. "Begitu pula jika ada patok yang dibengkokkan, harus diluruskan kembali sesuai dengan peta perbatasan yang ada sebelumnya," kata dia di Jakarta kemarin (10/10).
Hasanuddin menuturkan, batas perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Camar Wulan dan Tanjung Datu sejatinya sudah tidak ada masalah. Bahkan, sambungnya, Malaysia sudah tidak mempermasalahkan kawasan ini jika mengacu pada garis batas peta yang sudah ada sebelumnya. Yaitu, peta Belanda Van Doorn yang dirilis pada 1906, peta Sambas Borneo (Bernomor : N 120 E 10908/40 Greenwind), dan peta Federated Malay State Survey yang dikeluarkan tahun 1935.
Sayangnya, kata Hasanuddin, dalam perkembangan selanjutnya pemerintah Indonesia dan Malaysia membuat perjanjian atau MoU antar tim Border Comeete kedua negara. Nah, dalam MoU inilah adanya perubahan garis batas dengan menempatkan patok-patok baru. "Dimana patok-patok ini ternyata tidak sesuai dengan garis perbatasan di tiga peta tadi," ujarnya.
Dia menganggap, kejadian ini adalah kelalaian pemerintah Indonesia. Akibatnya, Indonesia disebut kehilangan sekitar 1.490 hektar wilayah daratan di Camar Wulan. Selain itu perairan di Tanjung Datu menyusut sekitar 80 ribu meter persegi.
Di bagian lain, pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopulhukam) kemarin langsung menggelar rapat lintas kementerian untuk membahas perkembangan pencaplokan wilayah oleh Malaysia. Diantara yang hadir dalam pertemuan itu adalah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, serta Menkopolhukam Djoko Suyanto sekaligus memimpin rapat. Pertemuan ini sekaligus mempersiapkan materi pertemuan dengan Komisi I DPR yang rencananya digelar hari ini (11/10).
Usai rapat, Djoko menegaskan tidak ada wilayah Indonesia di wilayah Kalimantan Barat yang dicaplok Malaysia. Pernyataan serupa juga dituturkan oleh Gamawan Fauzi dan Marty Natalegawa.
Djoko memastikan tidak ada upaya serobot menyerobot oleh Malaysia karena merujuk perjanjian perbatasan Indonesia dengan Malaysia pada 1978. Sejak ada perjanjian inilah, sejumlah titik di Camar Wulan dan Tanjung Datu hingga saat ini masih dalam outstanding boundary problems (OBP) atau proses pembahasan diplomasi. "Sudah ditetapkan koordinatnya, tidak ada yang berubah. Saya tidak tahu pencaplokannya di mana," jelas Djoko.
Meskipun begitu, Djoko tidak memungkiri jika ada beberapa patok penanda perbatasan Indonesia-Malaysia di perairan Tanjung Datu yang hilang karena ditelan abrasi pantai. Patok-patok ini tidak terlihat oleh masyarakat setempat karena terndam permukaan air laut.
Tidak terlihatnya patok ini, kata Djoko, tidak menjadi persoalan. Sebab, kedua negara sudah memiliki patok koordinat yang lebih paten ketimbang batas patok.
Sanggahan lain dari Djoko adalah tentang temuan Hasanuddin jika telah terjadi pergeseran patok perbatasan bernomor 104. Mantan Panglima TNI itu menjelaskan, pihaknya sudah memerintahkan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) untuk melihat patok perbatasan yang disebut sudah digeser tadi.
Dari hasil tinjauan di lapangan oleh tim Bakosurtanal, ternyata tidak ada pergeseran titik perbatasan. Termasuk di patok bernomor 104. Dengan tegas, Djoko mengatakan jika pemerintah tidak merelakan teritorialnya dicaplok oleh negara tetangga. Apalagi, adanya isu jika kawasan tersebut memang rela digadaikan karena banyak mengandung SDA. "Pegangan kami adalah perjanjian 1978. Tidak ada pegangan lainnya," tandas Djoko.
Di bagian lain, Mendagri Gamawan Fauzi menjelaskan, sejak perjanjian 1978 itu titik perbatasan Indonesia-Malaysia di Camar Wulan masih belum paten. Untuk memastikannya, masih ada agenda perundingan antara kedua negara. Diantaranya, perundingan yang bakal digelar di Malaysia 18-20 Oktober depan.
"Saya menyarankan jangan buru-buru kita sebut itu mencaplok. Karena kita kan tiap saat berunding dengan Malaysia. Ini juga pernah kita bahas tahun 1978 di Semarang," kata Gamawan. Dia menjelaskan, pembahasan perbatasan ini digelar secara rutin oleh Indonesia dan Malaysia.
Gamawan yang juga menjadi kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengatakan, persoalan tapal perbatasan ini tidak ada sangkut pautnya dengan BNPP. Posisi BNPP selama ini adalah untuk mengelola kawasan perbatasan. Sedangkan untuk menjaga perbatasan adalah wewenang dari TNI. Untuk penentu perbatasan, sebut Gamawan, Kemenlu menjadi leading sector melalui pembahasan diplomatik.
Sementara itu, berdasarkan pengakuan Pangdam XII Tanjungpura Mayjen Gerhan Lantara, titik rawan perbatasan hanya dijaga 32 pos. TNI melakukan tugas sesuai dengan angka-angka koordinat masing-masing di sepanjang Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Serawak dan Sabah Malaysia.
Dia menjelaskan, saat muncul persinggungan antara patrol TNI dengan tentara Malaysia, maka tentara dari kedua negara langsung membuka GPS masing-masing. Dengan cara ini, perbatasan kembali ke posisi semula. Untuk Dusun Camar Wulan, jelas Gerhan, titik koordinatnya tidak bergeser karena selalu diamankan TNI yang rajib berpatroli bersama dengan tentara diraja Malaysia. "Tidak ada pencaplokan. Kami tidak akan mundur, nyawa kita pertaruhkan jika ada pencaplokan," pungkasnya (sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yuk Comen, DI SINI, tapi jangan Sepam, Berkata kotor, DLL Deh, yang mengarah pada pelecehan.